Selama ini mungkin Anda sudah sudah familiar dengan teknik membatik lukis, batik tulis, batik sablon, batik cap, sampai batcetak. Tapi, bagaimana dengan teknik tie dye atau ikat celup?
Image Credit: Batik (dok. Bin House)
"Teknik ini berbeda dari teknik sebelumnya. Teknik ini membuat motif pada kain dengan cara melipat, mengikat dan mencelup. Seperti jumputan," ujar Direktur Sanggar Jawa Jawi Java, Sri Sumaningsih Budiarti, yang memperkenalkan teknik membatik tie dye ketika ditemui di Epicentrum Walk menjelang acara 'Back to Nature' pada tanggal 18-20 Februari 2011.
Sebenarnya teknik tie dye selama ini sudah cukup populer dan menjadi salah satu teknik pewarnaan kain tradisional di berbagai negara. Di Peru berkembang pre-Columbian tie-dye dengan corak bulat dan garis dengan warna-warna terang seperti merah, kuning, hijau. Di Jepang teknik ini dikenal dengan nama 'Shibori,' dan juga telah lama dikenal di Afrika Barat.
Di Amerika, tie dye merupakan salah satu seni tekstil warisan kaum 'Hippies' yang berkembang pada awal tahun 1970. Coraknya yang penuh dengan warna melambangkan semangat kebebasan.
Perkembangan teknik tie dye di luar negeri dan dengan dibantu oleh perkembangan teknologi informasi membuat teknik ini semakin populer, di Indonesia misalnya. Awalnya, Indonesia tidak mengenal teknik membatik ini. Perkembangan tie dye di industri fashion dunia memberikan pengaruh pada industri fashion di Tanah Air.
"Di Indonesia memang tidak ada batik tie dye, kita hanya mengadaptasi tekniknya dari luar. Ghea S. Panggabean adalah salah satu designer Indonesia yang mengembangkan teknik ini sejak tahun 80-an " ujar wanita yang sering di sapa Asih ini.
Untuk membuat teknik tie dye, dapat dilakukan dengan 3 tahapan yaitu melipat, mengikat, dan mencelup. Melipat adalah proses untuk membentuk pola pada kain. Lipatan tersebut dapat diaplikasikan seperti teknik melipat origami. Tingkat kekencangan ikatan pada proses mengikat akan memengaruhi resapan warna pada kain. Pencelupan pada warna dapat dilakukan dengan satu atau dua warna.
Sebenarnya teknik tie dye selama ini sudah cukup populer dan menjadi salah satu teknik pewarnaan kain tradisional di berbagai negara. Di Peru berkembang pre-Columbian tie-dye dengan corak bulat dan garis dengan warna-warna terang seperti merah, kuning, hijau. Di Jepang teknik ini dikenal dengan nama 'Shibori,' dan juga telah lama dikenal di Afrika Barat.
Di Amerika, tie dye merupakan salah satu seni tekstil warisan kaum 'Hippies' yang berkembang pada awal tahun 1970. Coraknya yang penuh dengan warna melambangkan semangat kebebasan.
Perkembangan teknik tie dye di luar negeri dan dengan dibantu oleh perkembangan teknologi informasi membuat teknik ini semakin populer, di Indonesia misalnya. Awalnya, Indonesia tidak mengenal teknik membatik ini. Perkembangan tie dye di industri fashion dunia memberikan pengaruh pada industri fashion di Tanah Air.
"Di Indonesia memang tidak ada batik tie dye, kita hanya mengadaptasi tekniknya dari luar. Ghea S. Panggabean adalah salah satu designer Indonesia yang mengembangkan teknik ini sejak tahun 80-an " ujar wanita yang sering di sapa Asih ini.
Untuk membuat teknik tie dye, dapat dilakukan dengan 3 tahapan yaitu melipat, mengikat, dan mencelup. Melipat adalah proses untuk membentuk pola pada kain. Lipatan tersebut dapat diaplikasikan seperti teknik melipat origami. Tingkat kekencangan ikatan pada proses mengikat akan memengaruhi resapan warna pada kain. Pencelupan pada warna dapat dilakukan dengan satu atau dua warna.
Sumber: vivanews.com
0 comments:
Post a Comment